PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Masa remaja
awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun
atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara
sosial. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,
yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi
tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu.
Melihat
kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan
sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai
penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan
norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja.
Kenakalan-kenakalan
yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari
perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah,
membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang
sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti;
Prampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak
kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.
Hampir
setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media massa, dimana
sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya bahkan sampai
kabupaten sukabumi yang kita cinta ini salah satu wujud dari kenakalan remaja
adalah tawuran,seks bebas di luar nikah,dan juga obat-obat terlarang yang
dilakukan oleh para pelajar atau remaja ,khususnya wilayah atau tempat yang saya teliti yaitu kp
Bantargadung Desa dan kecamatan Bantargadung . Data Kasus perkelahian/ Tawuran
yang di sebabkan dari minuman keras atau mabukan. Kenakalan remaja di kp Bantargadung
tahun ke tahun terus meningkat berdasarkan data hasil penelitian yang terjadi :
Tahun 2006 Bantargadung
dengancumanggala.korban 19 0rang yang luka ringan 11 orang luka berat 8 0rang.Tahun
2007 , 2011 dan 2012 Bantargadung
dengan Pasapen Darusalam. Jumlah korban
6 0rang.( yang luka Ringan 4 orang dan luka berat 2 orang).Tahun 2008 Bantargadung dengan
cilandak warungkiara.Jumlah korban 9 orang(Luka ringan 6 orang danLuka Berat 3
Orang).Tahun 2009 Bantargadung dengan Bihbul .Jumlah korban 12 0rang( luka
ringan 5 orang .Luka Berat 5 orang dan Meninggal 2 orang).Dan teahir pada tahun
2012 bantargadung dan pasapen darusalam yang terjadi pada bulan ramdhan malam
Takbir tepat jam 19:15 s/d 23:13.00 wib.
Kasus
kenakalan remaja Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban
cenderung meningkat. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari beberapa kasus dua tahun
terakhir, 60 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu diperkirakan
bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Angka –angka di atas sangat
mencengangkan bagaimana mungkin anak remaja yang masih polos,energik,potensial
yang menjadi harapan orang tua,massyarakat dan bangsa serta agama dapat
terjerumus dalam limbah kenistaan,sungguh sangat di sayangkan bahkan angka-angka
tersebut dapat di pridiksikan akan semakin meningkat.
Berdasarkan
data di atas terlihat bahwa kenakalan remaja di kp bantargadung mengalami peningkatan.
Mengingat betapa pentingnya kehidupan remaja terhadap kehidupan masa depan
bangsa ,Negara terutama Agama .Maka penulis merasa terdorong untuk melakukan study untuk penelitian di kp
bantargadung Desa dan kecamatan bantargadung guna melihat lebih dekat terhadap
kehidupan remaja yang bermasalah.Untuk itu Dinas kesehatan bekerja sama
dengan aparatur pemerintahan,Departemen Agama serta MUI Bantargadung untuk membentuk suatu organisasi
yaitu Porum komunikasi Pemuda Masjid (PKPM) ,BKR serta Porum Informasi Konsling
Remaja( PIK-R). Kenakalan remaja di bantargadung saat ini sedang ada dalam
perhatian khusus dari Gubernur sukabumi dan Departemen Agama yang di Kepalai
oleh Dr.Ismatullah Sarif .S.Ag progrogram di maksudkan untuk Mengantisifasi dan
menanggulangi kenakalan remaja yang
menjurus ke kriminalitas,sek di luar nikah,minuman keras,dan obat-obatan
terlarang.(BKKBN).
Keluarga
memiliki pran yang sangat penting dalam program tersebut karena lingkungan
keluarga menjadi tempat pertama dan utama remaja mendapat pendidikan selain itu
keluarga juga merupaka fondasi primer bagi perkembangan remaja atau
anak-anaknya.Remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai
konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. Dengan
demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan
memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih
besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga
harmonis dan memiliki konsep diri positif. (Bouman,1953)
Mencermati
uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam suatu
penelitian dengan judul: PengaruhKeharmonisan
Keluarga terhadap Perilaku Kenakalan Remaja di Kp Bantargadung Desa dan
Kecamatan Bantargadung Kabupaten sukabumi.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana keaadaan Remaja di kp bantargadungDesa
dan kecamatan bantargadung?
2. Bagaimana gambaran kenakalan remaja di kp
Bantargadun Desa dan kecamatan Bantargadung ?
3. Apakah terdapat pengaruh keharmonisan keluarga
terhadap kenakalan Remaja di kp Bantargadung Desa dan Kecamatan Bantargadung ?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran keharmonisan
keluarga di kp Bantargadung .
2. Untuk mengetahui gambaran dan mengantisipasi dan menanggulangi
Kenakalan Remajadi kp Bantargadung Desa dan kecamatan Bantargadung .
3. sebagai pedoman untuk mengetahui
lantarbelakang serta timbulnya kenakalan remaja.
4. Untuk mengetahui pengaruh keharmonisan
keluarga terhadap kenakalan remajadi kp Bantargadung Desa Kecamatan
Bantargadung .
5. Untuk Mendapatkan Data tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi terhadap kenakaln remaja.
6. Untuk mengetahui tingkat perhatian orang tua
terhadap anak.
7. Untuk mendapatkan data tentang kenakalan
remaja dan upaya menanggulanginya.
D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat
khususnya orang tua tentang kondisi kenakalan remaja dan alternatif pemecahan
Masalah yang terjadi di kp Bantargadung Desa dan kecamatan Bantargadung ?
2. Memperluas wawasan berpikir bagi penulis
khususnya .
3. Bermanfaat
sebagai referensi bagi penelitian lebih lanjut khusus yang meneliti
lebih mendalam tentang permasalahan dalam penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan teori
1. Kenakalan remaja
a) Definisi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut
dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang
artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin
“delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian
diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar
aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile
delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak
dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu
pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima
sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003:78).
Kenakalan remaja sebagai perilaku
yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja
yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan
mendapat sangsi hukum. Kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang
individu yang melakukannya masuk penjara. Sarwono (2002:167) mendefinisikan
kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu
yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat
dikenai sangsi atau hukuman. Kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma hukum pidana. sedangkan Helmi dan Ramdhani (1992: 12) menyebutkan bahwa kenakalan remaja
suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain. Tambunan juga
menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kenakalan remaja
adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar
aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya
sendiri maupun orang lain yang di lakukan remaja di bawah umur 17 tahun.
b. Pengertian Remaja
WHO (dalam Sarwono, 2002:23)
mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga krieria yaitu
biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20
tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: (a)
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. (b) Individu mengalami perkembangan psikologik
dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.(c) Terjadi peralihan
dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri.
Monks (1999:34) sendiri memberikan
batasan usia masa remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian
12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21
tahun masa remaja akhir. Senada dengan pendapat Suryabrata (1981: 45) membagi
masa remaja menjadi tiga, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan
15-18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Berbeda dengan pendapat Hurlock
(1999:112) yang membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal
13-16 tahun, sedangkan masa remaja akhir 17-18 tahun.
Berdasarkan berbagai pendapat di
atas maka dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah remaja awal yang
masih berusia 13 sampai 20 tahun.
c. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja merupakan salah satu
periode perkembangan yang dialamioleh setiap individu, sebagai masa transisi
dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu
yang membedakan dengan periode perkembangan yang lain. Ciri yang menonjol pada
masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat
pesat, baik fisik, emosional dan sosial. Hurlock (1999:121) pada masa remaja
ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi,
perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku,
nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berikut ini
dijelaskan satu persatu dari ciri-ciri perubahan yang terjadi pada masa remaja.
d. Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan
aspek anotomi dan aspek fisiologis, di masa remaja kelenjar hipotesa menjadi
masak dan mengeluarkan beberapa hormone, seperti hormone gonotrop yang
berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi
produksi hormon kortikortop berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, oestrogen, dan
suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan
pertumbuhan (Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut Rahmawati
(2005 : 132)adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosteron
menghasilkan sperma dan oestrogen memproduksi sel telur sebagai tanda
kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya
payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus
disekitar kemaluan, ketiak dan muka.
e. Perubahan Emosional.
Pola emosi pada masa remaja sama
dengan pola emosi pada masa kanakkanak. Pola-pola emosi itu berupa marah,
takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang.
Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian
dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil
pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock,
1999: 132). Bila pada akhir masa remaja mampu menahan diri untuk tidak mengeksperesikan
emosi secara ekstrem dan mampu memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan
situasi dan kondisi lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat,
dengan kata lain remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi
emosi yang stabil. Nuryoto (1992:76) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi
pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap
kekanak-kanakan. (2) bersikap rasional. (3) bersikap objektif (4) dapat
menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih lanjut. (5)
bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. (6) mampu menghadapi
masalah dan tantangan yang dihadapi.
f. Perubahaan sosial
Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga
mengakibatkan perubahan dan perkembangan remaja, Monks, dkk (1999:12)
menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orangtua
dan menuju kearah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas
orangtua dengan maksud menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada di luar
rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan
mengeksperesikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat remaja
sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan
perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja
akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi
lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan
jenis dan kelompoknya.
2. Karakteristik
Remaja Nakal
Menurut Kartono (2003:71) bahwa remaja nakal itu mempunyai karakteristik
umum yang sangat berbeda dengan remaja
tidak nakal. Perbedaan itu mencakup :
a. Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya inteligensi mereka
tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat
fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini
mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk
ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang
ambigius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain
bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan
dari diri sendiri.
b. Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal ini lebih idiot
secara moral dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak
lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar,
berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan
ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini,
yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan
ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.
c. Ciri karakteristik individual
Remaja yang nakal ini mempunyai
sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti (1) Rata-rata remaja nakal
ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari
ini tanpa memikirkan masa depan, (2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara
emosional. (3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga
tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara
sosial, (4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang
merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan
bahaya yang terkandung di dalamnya, (5) Pada umumnya mereka sangat impulsif dan
suka tantangan dan bahaya.
(6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya,
(7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar
dan jahat.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal.
Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri,
pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada
masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
3. Bentuk
dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2003: 23), bentuk-bentuk
perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Kenakalan terisolir (delinkuensi terisolir)
Kelompok kenakalan terisolir
(delinkuensi terisolir) merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada
umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka
didorong oleh faktor-faktor berikut:(1) Keinginan meniru dan ingin konformi
dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang
tidak dapat diselesaikan. (2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang
transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja
melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja
merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
(3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan
mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua
kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan
alternatif hidup yang menyenangkan. (4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa
atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang
teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup
normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari
lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya,
namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku
kriminalnya, paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia
21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja
menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran
sosial yang baru.
b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan
kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak
aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya
adalah 1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat
dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur
gang yang kriminal itu saja. 2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi
dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka
merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya. 3)
Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis
kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosakemudian membunuh korbannya,
kriminal dan sekaligus neurotik. 4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari
kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak
ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau
psikotik. 5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari
lingkungan dan 6) Motif kejahatannya berbeda-beda. 7) Perilakunya menunjukkan
kualitas kompulsif (paksaan).
c. Kenakalan psikotik (delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit
jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka
merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah
(1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga,berdisiplin keras namun tidak
konsisten, dan orangtuanya selalu menyianyiakan mereka, sehingga mereka tidak
mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan
emosional yang akrab dan baik dengan orang lain. (2) Mereka tidak mampu
menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran, (3) Bentuk
kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak
dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka
residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki,
(4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma
sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya
sendiri, (5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga
mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan
bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: (1) tidak
memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu
mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti
sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan
sadis
terhadap siapapun tanpa sebab.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus)
artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek
moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan
tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan,
namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe
ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat,
juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan
perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat
terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan
sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer,
sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf
primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas
dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang
meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar
diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena
didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para
penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa
disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek
mental. Hanya kurang dari 20 % yang
menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau
lingkungan sekitar.
Sarwono (2002:192) membagi kenakalan
remaja menjadi empat bentuk yaitu: (a) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik
pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-
lain. (b) Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain- lain. (c) Kenakalan sosial yang tidak
menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat,
hubungan seks bebas. (d) Kenakalan yang
melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara
membolos, minggat dari rumah, membantah perintah. Hurlock (1973) berpendapat
bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu: (a)
Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain, (b) Perilaku yang
membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas, mencuri, dan mencopet, (c)
Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan
guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur
dari rumah, (d) Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata
tajam.
Dari beberapa bentuk kenakalan pada
remaja dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak
baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun
aspek-aspeknya menurut Sarwono (2002:134)
terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban
materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.
4. Bentuk Kenakalan remaja
Singgih D. Gumarso (1988
: 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua
kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :
a. Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial
serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan sebagai pelanggaran hokum.
b. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum
dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama
dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya,
Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tujuh tingkatan ;
1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka
keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit .
2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa
izin.
3. Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan
narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang
dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
4. Perilaku
Unggal-unggalan yang mengganggu ketentraman masyarakat
5. Perkelahian atar geng,sekolah atau kelomok sehingga
membawa korban jiwa
6. Membolos sekolah ,bergelandangan di
jalanan,bersembunyi di tempat terpencil dan sunyi yang membawa ke arah
kemaksiatan dan kedurjanaan serta merusak moral susila.
7. Minuman
keras dan seks bebas.
5. Faktor-faktor Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku kenakalan
remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan,
modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami
banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada gangguan
jiwa.
b. Gangguan Pengamatan dan Tanggapan Pada Anak
Remaja
Adanya gangguan
pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya adaptasi dan
perkembangan pribadi anak yang sehat.
Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara
lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semua.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan
realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru,
sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah semua
itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan Berfikir dan Intelegensi Pada Diri
Remaja
Berfikir mutlak perlu
bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan
lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan
permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi
pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka
pikirannya terganggu.
d. Gangguan Perasaan Pada Anak Remaja
Perasaan memberikan
nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan
serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan,
keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa
senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan tersebut,
antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak
terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang
terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat
marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa
disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih
sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada
hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak
bisa dihindari.
2. Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang
datang dari luar anak tersebut, antara lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan
penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya.
Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan
biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di
mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja.
Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa
anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata
tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya
nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong
remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak
berfungsi sebagai “sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan luas untuk
membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah
tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari
anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif
mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya
sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau
terbelenggu oleh peraturan yang “tidak adil”. Di satu pihak pada dirinya anak
ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan
berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh disiplin mati di
sekolah serta sistem sekolah dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit
memiliki de dikasi pada profesi, dan tidak menguasai metodik mengajar. Tidak
jarang profesi guru/dosen di komersialkan, dan pe ngajar hanya berkepentingan
dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama
sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan
masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c. a. Teknologi atau
Media Elektronik
Tenologi komunikasi dan informasi
yang menimbulkan berbagai perubahan baik positif atau negative bagi remaja
conto kecil hanpone yang begitu banyak dan menyebar luas sampai ke pedesaan
hampir smua orang trutama remaja memiliki hanpone hal inilah yang merupakan salah satu
penyebab terjadinya kenakalan pada remaja karena dengan majunya teknologi dan
cepatnya informasi baik yang positif maupun negative.
b. Jeniskelamin
Remaja laki-laki lebih banyak
melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan
kepolisian Kartono (2003: 81) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang
melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada
gang remaja perempuan.
d. Harapan
terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan
seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka
merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga
biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak
mempunyai motivasi untuk sekolah. Pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya,
dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa faktor
yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan
sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman
sebaya dan prestasi akademik.
e. Proses keluarga kurang harmonis
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap
aktivitas anak, kurangnya penerapan di siplin yang efektif, kurangnya kasih
sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Pengawasan
orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin
yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting
dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga ,Kurangnya
binaan orang tua itu sangat berpengaru Bagi remaja sebagai mana sabda
Rasulullah : عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ -
رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan firah. Maka bapaknyalah yang
menjadikan ia yahudi, atau nasrani, atau majusi (HR. Bukhori)
f. Pengaruh teman sebaya.
Memiliki teman-teman sebaya yang
melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah
penelitian Simanjuntak (1984:54) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja
yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang
lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya
yang melakukan kenakalan.
g. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku
kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah
dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin
yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan
50:1 (Kartono, 2003:56). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari
kelas sosial rendah untuk mengembangkan
ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa
mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan
anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi
bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering
ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil
meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
h. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Lingkungan adalah factor yang paling mempengaruhi prilaku dan watak
anak, jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk maka akhlanya pun
akan seperti itu adanya sebaliknya jika dia berada di lingkungan yang baik maka
ia akan menjadi baik pula. Rasulullah r bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه
وسلم- قَالَ « الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ
يُخَالِلُ »
Dari Abu
Hurairah dari nabi saw bersabda : seseorang
itu atas din saudaranya. Maka lihatlah salah seorang di antara kalian, siapa
yang di temani. (HR. Ahmad)
Komunitas juga dapat berperan serta
dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas
tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas
kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan
perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan
pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor
lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
di simpul kan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kenakalan
remaja adalah faktor keluarga yang
kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik,
karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman
sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih
menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam
keluarga dan masyarakat.
Tv, video, film dan
sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas
ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai upaya menghindari
tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang pernah
dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan tindak
kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja. Anak yang sering
menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan ketika remaja
dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton film sejenis. Polisi
Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak kekerasan yang pernah ditangani
polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film
yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang di
tontonnya.
i. Pengaruh Pergaulan
Di
usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema
sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telepon. Topik
pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok /
cewek yang ditaksir dsb.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai
positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan
wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja
menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini
menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya
diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka
hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau
ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman
pergaulannya.
1.Mengatasi Kenakalan
Remaja
Kenakalan remaja
biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses
perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya.
Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara sosiologis,
kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan
dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali
didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan,
seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata
kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak
karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut.
Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis
yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang
berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Memberikan lingkungan yang baik sejak dini,
disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak
membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang
ada.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi
kenakalan remaja :
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan
lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan.
Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang
telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil
memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman
sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi
keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi
remaja.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan
yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana
remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar
tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada
tidak sesuai dengan harapan
6. Usaha Penanggulangan kenakalan remaja
Ahir-ahir ini wujud perilaku dari
kenakalan tidak lagi seperti kenakalan remaja
biasa,akan tetapi sudah menjurus pada tindak criminal.Oleh karena itu
merupakan kewajiban kita bersama untuk
menanggulangi terhadap kenakalan remaja,baik penanggulangan secara preventif
maupun secara Kuratif.
a.Usaha Penanggulangan secara Preventif
Yaitu suatu usaha untuk menghindari
kenakalan ,jauh sebelum kenakalan itu terjadi dan terlaksana atau agar
kenakalan itu tida terjadi di harapkan dari usaha ini aukan dapat mengurangi
timbulnya kenakalan –kenakalan baru atau setidak-tidaknya akan bisa memperkecil
jumlah pelakunya misalnya dengan menciptakan suasana lingkungan
,keluarga,sekolah, dan masyarakat untuk mengikut sertakan dalam beberapa
organisasi yang sudah ada di bantargadung bertepat di Masjid Nurul anwar
,pila linggamanik bantargadung,serta bersosialisasi ke sekolah SMP danSMA.
b.Usaha penanggulangan secara kuratif
Yaitu usaha untuk menyembuhkan atau
memperbaiki apabila kenakalan remaja itu sudah terjadi atau bisa di katakan
kenakalan itu sudahmelebihi batas yang sudah tidakdapat di toleril karena sudah
sangat parah.Usaha ini dapat di wujudakan dengan melakukan pendekatan kepada
orang tua atau wali remaja misalnya melakukan home visit ke rumah remaja.
7. Keharmonisan Keluarga.
Keluarga merupakan satu organisasi
sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga
di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin
kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 2003:34).
Sedangkan menurut Hawari (1997:87) keharmonisan keluarga itu akan terwujud
apabila masing-masing unsur dalam
keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap
berpegang teguh pada nilai-nilai agama kita, maka interaksi sosial yang
harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.
Dalam kehidupan berkeluarga antara
suami istri dituntut adanya hubungan yang baik dalam arti diperlukan suasana
yang harmonis yaitu dengan menciptakan
saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling
memenuhi kebutuhan. Basri (1999:213) menyatakan bahwa setiap orangtua
bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan
dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif
dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah
menjadi bahan kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik
kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang
terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973)
menyatakan bahwa anak yang hubungan perkawinan orangtuanya bahagia akan
mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup
karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang
dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh
kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga ynag tercipta adalah tidak
menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena
secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota
keluarga untuk bertengkar dengan lainnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan persepsi keharmonisan keluarga adalah persepsi terhadap situasi dan
kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya tercipta kehidupan beragama yang
kuat, suasana yang hangat, saling menghargai, saling pengertian, saling
terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya sehingga
memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang.
Keharmonisan keluarga atau yang
disebut dengan keluarga sakinah dalamagama Islam, terdiri dari dua kata yaitu
keluarga dan sakinah. Kalau dari segi bahasa, keluarga berarti ibu bapak dengan
anak-anaknya, orang seisi rumah yang menjadi tanggungan batin, sedangkan kata
,sakinah berartikedamaian, ketenteraman, ketenangan dan kebahagiaan.
Istilah keluarga sakinah merupakan dua kata yang saling
melengkapi.Kata sakinah sebagai kata sifat yaitu untuk mensifati atau
menerangkankata keluarga. Keluarga sakinah digunakan dengan pengertian
keluargayang tenang, tenteram, bahagia dan sejahtera lahir dan batin.Munculnya
keluarga sakinah ini sesuai dengan firman Allah dalamsurat ar-Rum ayat 21 yang
mengatakan bahwa tujuan dasar mawaddah danrahmah, saling mencintai dan
penuhrasa kasih sayang antara suamiisteri.
Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji, nomor: D/71/1999 tentang petunjuk pelaksanaan
pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah Bab III pasal 3, menyatakan bahwa keluarga
sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
hajat spiritual dan material suara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih
sayang antara anggota keluarga dan lingkungannyadengan selaras, serasa serta
mampu menyarankan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia. Sedang Ishak Saih dalam bukunya yang berjudul Managemen Rumah
Tangga, menjelaskan bawa keluarga sakinah diidentikkan dengan keluarga
sejahtera., menjelaskan sebagai berikut:
Keluarga sejahtera dan bahagia ialah keluarga yang dapat
mencapai kesuksesan dalam hidupnya, baik material maupun matreriil spiritual
yang memberikan nilai-nilai kepuasan yang mendalam kepada anggota keluarga
dalam situasi penuh kebangkitan dan ketenteraman hidup bersama. Nampak pula di
dalamnya keselarasan dan keseimbangan hidup, sehingga dapatmenjadi cermin bagi
masyarakat sekelilingnya.
Menurut Muhammad Arifin Ilham dalam
bukunya Zikir Keluarga, Sakinah, bahwa keluarga sakinah adalah:
Keluarga yang para penghuninya senantiasa mengingat Allah
SWT, baik dalam keadaan senang maupun susah. Rumah keluarga sakinah didalamnya
selalu dihiasi dengan aktivitas ibadah kepada-Nya, baik ibadah salat. Bacaan
al-Qur'an, ucapan dzikir dan ibadah-ibadah lainnya dan Dari definisi-definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga sakinah atau keluarga harmonis adalah
keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat
hidup lahir batin, spiritual dan materiil yang layak, mampu menciptakan suasana
saling cinta, kasih sayang (mawaddah wa rahmah), selaras,serasi dan seimbang
serta mampu menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, amal
saleh dan akhlak mulia dalam lingkungan keluarga dan masyarakat lingkungannya
sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 serta
selaras dengan ajaran Islam.
8. Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga
Hawari (2004 : 81) mengemukakan enam
aspek sebagai suatu pegangan hubungan perkawinan bahagia adalah:
a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis
ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini
penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
Berdasarkan beberapa penelitian
ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya
rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan
konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka
anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari
lingkungan lain yang dapat menerimanya.
b. Mempunyai waktu bersama keluarga
Keluarga yang harmonis selalu
menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani
anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam
kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.
c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota
keluarga
Komunikasi merupakan dasar bagi
terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Meichati (dalam Kartono, 2003:76)
mengatakan bahwa remaja akan merasa aman apabila orangtuanya tampak rukun,
karena kerukunan tersebut akan memberikan rasa aman dan ketenangan bagi anak,
komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan dapat membantu remaja untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar rumah, dalam hal ini selain
berperan sebagai orangtua, ibu dan ayah juga harus berperan sebagai teman, agar
anak lebih leluasa dan terbuka dalam menyampaikan semua permasalahannya.
d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Furhmann (dalam Kartono, 2003:76)
mengatakan bahwa keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat
bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih
luas.
e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam menciptakan keharmonisan
keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam
keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam
keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota
keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari
penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota
keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota
keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu
keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak
ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang
erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan,
komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai.
Keenam aspek tersebut mempunyai
hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Menurut Hawari (1997:92) bahwa Proses tumbuh kembang anak sangat
ditentukan dari berfungsi tidaknya keenam aspek di atas, untuk menciptakan
keluarga harmonis peran dan fungsi orangtua sangat menentukan, keluarga yang
tidak bahagia atau tidak harmonis akan mengakibatkan persentase anak menjadi
nakal semakin tinggi.
g. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga, karena komunikasi akan
menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya, sehingga
mudah untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa adanya komunikasi
kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman yang memicu
terjadinya konflik.
h. Tingkat ekonomi keluarga.
Menurut beberapa penelitian, tingkat
ekonomi keluarga juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keharmonisan
keluarga. Jorgensen (dalam Kartono 2003:56) menemukan dalam penelitiannya bahwa
semakin tinggi sumber ekonomi keluarga akan mendukung tingginya stabilitas dan
kebahagian keluarga, tetapi tidak berarti rendahnya tingkat ekonomi keluarga
merupakan indikasi tidak bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya berpengaruh
trerhadap kebahagian keluarga apabila berada pada taraf yang sangat rendah
sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya yang akan
menimbulkan konflik dalam keluarga.
i. Sikap orangtua
Sikap orangtua juga berpengaruh
terhadap keharmonisan keluarga terutama hubungan orangtua dengan anak-anaknya.
Orangtua dengan sikap yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi
tegang dan anak merasa tertekan, anak tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan
pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orangtuanya sehingga membuat remaja
itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa kurang dihargai dan kurang kasih
sayang serta memandang orangtuanya
tidak bijaksana. Orangtua yang permisif cenderung
mendidik anak terlalu bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak
tidak pernah mendapat bimbingan dari orangtua. Kedua sikap tersebut cenderung
memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku menyimpang,
sedangkan orangtua yang bersikap demokratis dapat menjadi pendorong
perkembangan anak kearah yang lebih positif.
j. Ukuran keluarga
Menurut Kartono (2003:67) dengan
jumlah anak dalam satu keluarga cara orangtua mengontrol perilaku anak,
menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif orangtua terhadap anak.
Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan
anaknya secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orang tua.
E. Kerangka
Berpikir
Keluarga sebagai kelompok sosial
terkecil dalam masyarakat, mempunyai peranan penting dalam pembentukan konsep
diri pada anak. Dukungan khususnya keluarga atau kurangnya dukungan akan
mempengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang terbentuk. Pola terbentuknya
konsep diri pada seorang individu bukan merupakan bawaan dari lahir, tetapi
konsep diri terbentuk melalui proses, dan proses pembentukan konsep diri tidak
dapat terlepas dari peran keluarga. Konsep diri yang positif dan keluarga yang
harmonis ditengarai akan mampu mencegah seorang remaja untuk cenderung
melakukan kenakalan atau perbuatan yang negatif.
Secara garis besar munculnya
perilaku delinkuen pada remaja disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang dimaksud meliputi karakteristik kepribadian, nilai-nilai
yang dianut, sikap negatif terhadap sekolah, serta kondisi emosi remaja yang
labil.
Adapun faktor eksternal mancakup
lingkungan rumah atau keluarga, sekolah,
media massa, dan keadaan sosial ekonomi. Berdasarkan
pendapat tersebut di atas dapat dipahami bahwa kecenderungan berperilaku
delikuen pada remaja dipengaruhi oleh konsep diri individu yang bersangkutan
dan peran keluarga yang didapatnya.
Adanya keharmonisan keluarga yang
tinggi tersebut remaja dituntut untuk melakukan perbuatan positif yang
diharapkan oleh masyarakat, sehingga akan mengurangi tingkat kenakalan remaja,
dan sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri yang rendah, seringkali
melanggar peraturan dan norma-norma yang ada dalam masyarakat, sehingga nantinya
dapat mengakibatkan terjadinya kenakalan remaja.
Berdasarkan landasan teori di atas,
mekanisme psikologis yang terjadi pada permasalahan tersebut adalah bagaimana
remaja yang mempersepsi keluarganya harmonis cenderung mempunyai konsep diri
yang positif. Hal ini tentu berdampak semakin berkurangnya kecenderungan
berperilaku nakal atau negatif, karena di dalam keluarga harmonis anak
diajarkan apa itu tanggungjawab dan kewajiban, mengajarkan berbagai norma yang
berlaku di masyarakat dan keterampilan lainnya agar anak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan serta dapat mencapai kematangan secara keseluruhan baik
emosi maupun kematangan secara sosial. Suasana harmonis yang dirasakan remaja,
secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya .
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan
mengemukakan semua hasil-hasil penelitiannya ,berupa data yang berhasil penulis
kumpulkan selama pelaksanaan penelitian di Kp Bantargadung Desa/kecamatan
Bantargadung Kabupaten Sukabumi sebagai mana yang jadi permasalahan di Kp
Bantargadung Desa/kecamatan Bantargadung Kabupaten Sukabumi ini sangat lah
kurang baik terutama anak remaja di usi masa puberitas banyak hal yang tidak di
inginkan seperti :
a.
Jenis Kenakalan Remaja di Kp Bantargadung
Desa/kecamatan Bantargadung Kabupaten Sukabumi Minuman keras,sek bebas di luar
nikah,tauran antar kelompok,bahkan sampai mengisap lem sandal serta spidol
snomen .
b.
Keaadan
Remaja di Kp Bantargadung Desa/kecamatan Bantargadung Kabupaten Sukabumi sangat
lah menghawatirkan karena dengan adanya factor kurang keharmonisan dalam
keluarga,kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya,trutama keluarga pak
kamal dan bu yeti yang tidak menginginkan kelahiran anak oleh karena itu dia
sangat tidak peduli kepada anaknya sampai dewasa ahirnya anak tersebut
berandal/Nakal.
c.
Keluarga
harmonis dan tidak harmonis sangatlah berpengaruh terhadap kenakalan remaja
sebagai mana yang di jelaskan dalam al hadis/ sabda Rasulullah saw :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - « كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan firah. Maka bapaknyalah yang
menjadikan ia yahudi, atau nasrani, atau majusi (HR. Bukhori)
0 komentar :
Posting Komentar